BeliyangBaik
BeliyangbaikConsumer JourneyGerai Beliyangbaik
6 Aksi
BELI KARENA PERLU BUKAN SEKEDAR NAFSU
Segala sesuatu yang kita konsumsi dihasilkan melalui penggunaan sumber daya alam yang terbatas, serta menyisakan sampah yang bisa mencemari lingkungan bila tidak dikelola dengan baik.


Yakin mau beli yang baru? Yang lama juga masih bagus! Yuk pikir lagi sebelum membeli. #beliyangperlu saja, agar menghemat sumber daya dan mengurangi sampah.
Bagaimana caranya agar hanya #beliyangperlu?

Fakta & Data

Makin beragamnya cara berbelanja dan kemudahan untuk melakukannya dari mana saja, ternyata menjadi salah satu penyebab yang mendorong kita jadi lebih konsumtif. Dorongan untuk membeli barang atau bahan makanan secara berlebihan karena ‘lapar mata’ juga bujukan potongan harga, sering berakibat pada terbuangnya produk dengan percuma. Hal ini jelas memiliki pengaruh buruk bagi lingkungan.

Data Food Sustainability Index pada tahun 2018 mencatat Indonesia sebagai negara produsen sampah pangan kedua di dunia. Dengan rata-rata setiap penduduk membuang sekitar 300 kilogram makanan per tahun, Indonesia menghasilkan sekitar 13 juta ton sampah pangan setiap tahunnya, atau setara dengan 500 kali berat Monas.
Apa akibatnya? Biro Pusat Statistik (BPS) dalam “Statistik Lingkungan Hidup 2018” melaporkan kualitas air sungai di Indonesia umumnya berada pada status tercemar berat akibat cairan leachate yang berasal dari banyaknya, dan bercampurnya sampah pangan dengan sampah non-organik di TPA.

Jadi, mari pikirkan kembali apakah kita ingin terus membebani bumi karena praktik konsumsi kita yang sembrono? Membeli yang tidak perlu, jelas merugikan lingkungan karena akan semakin banyak sampah yang kita hasilkan. #ayobeliyangperlu
Buka
BELI PRODUK LOKAL KURANGI PEMANASAN GLOBAL
Mengonsumsi produk lokal artinya ikut berperan dalam pemeliharaan sumber daya alam sekitar, membantu meningkatkan ekonomi masyarakat, juga mengurangi jejak karbon.


Kalau ada produk lokal, mengapa harus beli yang impor? Yuk utamakan #beliyanglokal, lebih dekat mendorong perkonomian rakyat, lebih hemat energi untuk bumi yang lestari.
Bagaimana caranya #beliyanglokal?

Fakta & Data

Ada banyak alasan mengapa kita sebaiknya membeli atau mengonsumsi produk lokal. Selain karena kita bisa mendapatkan produk yang umumnya lebih segar, produk lokal juga menghasilkan karbondoksida yang lebih rendah dibandingkan produk impor.

Produk impor melalui proses dan perjalanan yang lebih panjang sebelum akhirnya bisa sampai ke tangan kita. Pengangkutan dengan pesawat, kapal laut juga kendaraan lain, membutuhkan banyak sekali energi dan menghasilkan carbon footprint. Bayangkan, berapa banyak carbon footprint, atau Jejak Karbon yang dihasilkan dari 1 kilogram apel Washington yang berasal dari Amerika Serikat, dibandingkan 1 kilogram apel Malang yang dipanen di Jawa Timur.
Ada Banyak dampak berbahaya dari carbon footprint, namun yang paling bisa kita rasakan saat ini adalah perubahan cuaca ekstrim dan bencana alam karena kenaikan suhu bumi yang cukup drastis.

Jadi, mengutamakan konsumsi produk lokal seperti apel Malang adalah cara sederhana yang dapat dilakukan konsumen untuk mengurangi efek buruk pada bumi, sekaligus berkontribusi pada pelestarian pangan lokal dan mendorong peningkatan perekonomian petani.
Buka
PRODUK ALAMI TIDAK MERACUNI
Penggunaan zat-zat kimia sintetis untuk memproduksi barang yang kita konsumsi, tak hanya membahayakan kesehatan, namun juga mencemari lingkungan.


Pastikan kita selalu #beliyangalami dengan mengenali jenis bahan-bahan yang terkandung dalam produk-produk yang kita gunakan.
Bagaimana caranya #beliyangalami?

Fakta & Data

Tanpa kita sadari, banyak sekali zat-zat kimia yang digunakan dibalik produksi barang-barang yang kita konsumsi. Salah satunya adalah penggunaan zat-zat kimia seperti pestisida dalam produk-produk pertanian, bisa membawa pengaruh buruk pada kesehatan manusia dan tentunya kelestarian bumi.

Pestisida yang diaplikasikan ke tanaman dapat menguap dan ditiup oleh angin sehingga membahayakan ekosistem di luar kawasan pertanian. Berbagai senyawa kimia yang digunakan sebagai pestisida merupakan bahan pencemar tanah yang persisten, yang dapat bertahan selama beberapa dekade. Penggunaan pestisida mengurangi keragaman hayati secara umum di tanah.
Beberapa bahan makanan nabati diperoleh dari tanaman yang dibesarkan dengan pestisida. Meskipun sudah menjalani proses pembersihan, terkadang residu atau sisa pestisida masih tertinggal dalam bahan makanan dan menumpuk dalam tubuh kita.

Dalam jangka panjang hal ini dapat menyebabkan berbagai potensi gangguan Kesehatan seperti kerusakan susunan syaraf, gangguan pencernaan, penyakit jantung, ganguan system pernafasan kerusakan pada kulit, memicu kanker, bahkan bisa memicu kematian.
Buka
PRODUK BERMUTU TIDAK HABIS DIMAKAN WAKTU
Membeli produk yang tahan lama tak hanya hemat di kantong, tapi juga berdampak baik bagi lingkungan karena menghemat sumber daya alam dan mengurangi produksi sampah.


Yuk utamakan #Beliyangawet agar beban bumi tak terlalu berat.
Bagaimana caranya #beliyangawet?

Fakta & Data

Jika diberi pilihan antara membeli produk yang trendy atau yang berkualitas, sebaiknya kita selalu mempertimbangkan produk yang berkualitas. Tentunya agar produk tersebut lebih tahan lama.

Semakin lama umur pakai sebuah produk, semakin banyak kita bisa menghemat energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk-produk pengganti.
Membeli produk berkualitas rendah dengan material yang rentan kerusakan, bisa berakhir pada penumpukan barang, dan memperbanyak produksi sampah. Salah satunya adalah sampah elektronik.

Sampah elektronik telah menjadi masalah serius bagi seluruh negara di dunia dengan pertumbuhan yang dapat mencapai 5% tiap tahunnya. Asia merupakan benua penyumbang sampah elektronik terbesar dengan pertumbuhan mencapai 63% dalam lima tahun (2010-2015). Pada 2015, sampah elektronik di Asia sendiri sudah mencapai 12,3 juta ton. Angka tersebut setara dengan 2,4 kali lipat dari berat Piramida Agung di Giza, Mesir.
Buka
PRODUK EKOLABEL KURANGI KERUSAKAN LINGKUNGAN
Ekolabel atau sertifikasi ramah lingkungan menjamin produk berasal dari sumber yang lestari, dan dihasilkan melalui praktik produksi yang mempertimbangkan aspek keberlanjutan lingkungan, sosial dan ekonomi.


Yuk #beliyangekolabel agar kita yakin produknya adil bagi lingkungan dan masyarakat sekitar. Minta produsen dan toko langgananmu untuk mencantumkan ecolabel pada produk-produknya.
Bagaimana caranya #beliyangekolabel?

Fakta & Data

Hasil survei WWF-Indonesia dan Nielsen di tahun 2017 menunjukkan sebanyak 63% konsumen Indonesia bersedia mengkonsumsi produk ramah lingkungan dengan harga yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan peningkatan kesadaran konsumen yang signifikan terhadap konsumsi produk ramah lingkungan dan mengindikasikan kesiapan pasar domestik menyerap produk-produk yang diproduksi secara berkelanjutan dan produk-produk berekolabel.

Ekolabel adalah label yang ada pada kemasan sebuah produk untuk menunjukan komposisi yang terkandung dihasilkan melalui proses produksi yang ramah lingkungan. Dengan memilih produk yang memiliki ekolabel, kita secara tidak langsung telah ikut berpartisipasi dalam pelelestarian lingkungan.

Karena ekolabel berprinsip untuk memberi dampak lingkungan yang sangat kecil dalam proses pembuatannya, mulai dari pengadaan bahan baku, proses produksi, pendistribusian, penggunaan, dan pembuangan setelah dipakai dibandingkan dengan produk lain.*
Buka
KURANGI DAN KELOLA SAMPAH DARI KONSUMSI KITA
Seluruh pola konsumsi yang kita lakukan pasti akan menyisakan sampah. Mulai pilah dan kelola limbah dari rumah, karena membuang sampah begitu saja akan mencemari lingkungan dan meracuni kehidupan kita.


Yuk selalu ingat #maudibawakemana sampah kita? Kurangi jumlahnya, dan pilah jenisnya untuk bumi yang lestari.
Ayo pikirkan #maudibawakemana sampah kita?

Fakta & Data

Dalam sehari, setidaknya tercipta 175 ton sampah baru di seluruh Indonesia. Sebagian besar sampah ini berakhir di tempat penampungan akhir tanpa bisa diolah dan dimanfaatkan lebih jauh.Bagaimanapun sampah adalah salah satu hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan kita. Rata-rata penduduk Indonesia menghasilkan sampah harian antara 0,5-07 kilogram per hari. Dan kita perlu memikirkan di mana dan bagaimana sampah kita itu akan berakhir?

Data Badan Pusat Statistik di tahun 2018, mencatat 81,16 persen masyarakat Indonesia tidak memilah sampah sebelum dibuang ke TPA. Walau sudah buang sampah pada tempatnya, sampah yang tidak dipilah akan bercampur dan sulit untuk di daur ulang. Timbunan sampah di TPA akan membawa banyak persoalan lingkungan, pencemaran air tanah, polusi udara, hingga ancaan ledakan gas metana yang terkandung dalam timbunan sampah organik di TPA.
Dengan memilah sampah sejak dari rumah, kita bisa mengurangi volume sampah yang berakhir di TPA. 60 % sampah yang kita produksi adalah sampah organik seperti sisa makanan, sayuran hingga tumbuhan. Sisanya adalah sampah anorganik, dengan 14% di antaranya adalah sampah plastik.

Sampah organik bisa kita pilah di rumah menjadi kompos dan pupuk alami. Sementara sampah anorganik bisa kita pilah dan serahkan ke Bank Sampah atau Jasa Pengelolaan sampah untuk didaur ulang. Selain itu ada Sampah B3 atau Bahan Berbahaya dan Beracun, seperti baterai, barang-barang elektronik, sampah infeksi, jenis ini harus dibuang ke tempat pengelolaan khusus,
Buka
Perjalanan Panjang Produk KitaSetiap produk yang kita konsumsi tidak semerta-merta hadir begitu saja, ada perjalanan panjang yang telah dilalui setiap benda sebelum tiba di tangan kita.Dengan mengenali dari mana asalnya, dan bagaimana produk dihasilkan, kita bisa mengetahui dampak dari pola konsumsi yang kita lakukan. Sehingga kita dapat memilih jenis-jenis produk yang berdampak minimum pada bumi
Gerai BeliyangBaik
Temukan di sini beragam produk dan layanan yang telah memenuhi kriteria keberlanjutan dan prinsip-prinsip #beliyangbaik.
Yuk Beli!
Berita dan Kegiatan
Mitra
Consumer Journey
Gerai BeliyangBaik